Info Terbaru 2022

Tari Pho Dari Aceh, Tarian Tertua Di Serambi Mekah

Tari Pho Dari Aceh, Tarian Tertua Di Serambi Mekah
Tari Pho Dari Aceh, Tarian Tertua Di Serambi Mekah
Tari Pho dari Aceh, Tarian Tertua di Serambi Mekar | TradisiKita - Tari Pho yaitu tari tradisional Aceh Barat. Tari ini tercipta dari sebuah legenda seorang Ibu yang menyesali maut anaknya yang di aturan mati oleh raja lantaran di fitnah telah berbuat zina/khalwat.

Tarian ini dibawakan oleh para wanita, lampau biasanya dilakukan pada maut orang besar dan raja-raja, yang didasarkan atas permohonan kepada Yang Mahakuasa, mengeluarkan isi hati yang sedih lantaran ditimpa kemalangan atau meratap melahirkan kesedihan-kesedihan yang diiringi ratap tangis.

Pada kesempatan ini, kita akan mengenal seluk beluk tari Pho dari Aceh yang merupakan salah satu kekayaan tari tradisional Aceh ini.

 Tari Pho yaitu tari tradisional Aceh Barat Tari Pho dari Aceh, Tarian Tertua di Serambi Mekah
Tari Pho Aceh

1. Apakah Tari Pho itu?

Tari Pho yaitu tari tradisional yang berasal dari Kabupaten  Aceh Barat. Perkataan Pho berasal dari kata peuba-e po, peuba- rakyat/hamba kepada Yang Maha Kuasa (yang memiliki) contohnya Po Teu Allah, Po Teumeureuhom, Teuku Po, Ureung Po dan lain-lain.

Kata “Pho” dalam bahasa Aceh yaitu sebagai suatu sebutan untuk panggilan kehormatan dari masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kata ini diasumsikan dengan kata sifat lainnya, menyerupai “Pho Teu Allah”, “Allah Hai Po”, “Ee Po”, sebagai sebutan untuk menghormati Allah SWT yang mempunyai segala makhluknya.

Selain itu juga, kata “Po Teu Meureuhom” sebagai sebutan untuk menghormati sultan-sultan yang sudah mangkat. Sebutan lainnya menyerupai “Teuku Po” dipakai sebagai sebutan untuk menghormati golongan ningrat/uleebalang, “Ureung Po Rumoh” sebagai sebutan untuk menghormati istri yang dianggap sebagai pemilik atau pewaris dari rumah didalam pemahaman kebudayaan dan sejarah di Aceh. Sedangkan sebagai wujud seni tradisi pertunjukan tari pho sanggup dilakukan diberiringan antara tarian sekaligus nyanyian yang diberisi syair-syair tragedi.

Menurut beberapa sumber, seni pertunjukan Tari Pho telah ada semenjak lampau, namun pastinya belum diketahui secara pasti. Seni pertunjukan ini diperkirakan berkembang pada masa penjajahan Belanda atau pada sekitar awal kurun ke-20 jikalau mengusut dari lirik yang ada pada ketika Tum Beude yang menyebutkan perihal kewafatan jagoan nasioanl Teuku Umar. Tarian ini sudah dikenal kadab belanda memasuki awal kurun ke-20 dan kemudian berhasil menduduki tempat ini semenjak tahun 1890-an hingga tahun 1942 dalam rangka mengejar pasukan muslimin Aceh hingga masuknya Jepang ke sana.

2. Kisah Asal Usul Tari Pho dari Aceh


Suatu Kadab di Blang Pidie, Aceh Selatan. Si Malelang punya adik sepupu perempuan yang ibu dan ayahnya telah meninggal. Gadis itu dijodohkan dengan si Malelang. Untuk persiapan perayaan perkawinan buah hatinya, sejaka si Malelang kecil, sang ibu sudah menanam pinang, sirih, dan inai.

Namun, ketika tumbuh dewasa, adik sepupu si Malelang berwajah anggun sehingga ada seorang cowok di sana yang amat sangat suka padanya.

Kadab hari perkawinan yang direncanakan mendekat, ibu si Malelang ingin mengundang tetangga, kerabat, pembesar kampung dan warganya. Sebagai mana adat di bab Barat dan Selatan Aceh, mengundang orang untuk mengmunculi kenduri harus dengan sirih yang tersusun rapi berserta kapur dan pinang di dalam puan.

Ibu minta si Malelang panjang pinang, setiap dipetik dijatuhkannya. Si adik sepupu tiba mencari calon suaminya. Begitu ia tahu Malelang di kebun pinang, maka ia mencari ke kebun yang dimaksud. Namun, dalam perjalanan, di tudang keringng terjal, gadais itu terjatuh dan tidak sengaja duri di awal pahanya hingga berdarah.

Saat itu, anak muda yang amat sangat suka pada dia, melihat insiden itu, kemudian si cowok berlarian ke kampung dan memberikan fitnah kepada hulu balang kampung dan rakyat, bahwa si Malelang telah memperkosa si gadis, dengan bukti ada darah di pahanya.

Walhasil, si Malelang dan tunangannya dijatuhi aturan pancung oleh hulu balang. Saat hendak dihukum, datanglah ibu si Malelang, ia meratap sehingga menyerupai sebuah nyanyian yang bersajak. Si ibu minta kepada hulu balang supaya mengizinkan keduanya berkeluarga dan mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam sebagaimana direncanakan lagi pula ia sudah mengundang orang-orang. Hulu balang memenuhi seruan tersebut.

Si Malelang minta ibunya menciptakan sambal daun encek gondok yang dalam bahasa di sana disebut bungong crot atau bungong yoh.

Beginilah ratapan ibu si Malelang yang malang:
"O bineuk sinyak dong di rot
kapot bungong crot pasoe lam ija

juloh juloh ie mon blang pidie
tujoh pucok jok keu taloe tima

O bineuk lon balek laen
puteh licen seuot beurata

Halo halo hai di kutidi
hai kumbang dodi oi kumbang dodi"

Ibu si Malelang ini meratap seraya menari-nari, para ibu lain yang melihatnya pun ikut hanyut dalam maha sedih temannya, mereka ikut meratap dengan syair tersebut dan ikut menari bersama ibu si Malelang. Lama kelamaan gerakan mereka teratur menyerupai sebuah tarian.

Setelah si Malelang dan sepupunya berkeluarga dan mengadakan pesta 7 hari tujuh malam, mereka dihukum. Setelahnya, ratapan dan gerakan ibu si Malelang bersama para ibu-ibu yang lain diulangi kadab mereka ingat kemalangan yang menimpa si Malelang dan kekasihnya. Lambat laun, syair dan gerakan itu menjadi tarian.

3. Fungsi dan Makna Tari Pho

Berdasarkan latar belakang tari Pho ini, bahwa tarian ini merupakan manifestasi dari kehidupan masyarakat Aceh, yaitu masyarakat agraris, dimana dalam tarian ini tampak dengan terang gerakan-gerakan simbolis dalam mengolah sawah ladang.

Gerakan para penari menghentakkan kaki ke lantai berarti bahwa tanah yang telah dibajak harus diinjak-injak supaya rata. Kata “Oo bineu loen balek laen” menggambarkan bahwa tanah itu harus sering sekali dibajak dan disikat.

Tepuk tangan yaitu simbolis mengusir burung dan mengetam atau mengumpulkan ikatan-ikatan padi yang telah diketam. Pesatnya perkembangan tarian Pho ini terutama semenjak berkembangnya dan meningkatnya kegiatan-kegiatan kaum ibu di Aceh yang disponsori oleh “Putri Phang” istri Raja Aceh Sultan Iskandar Muda. Di dalam lagu Pho juga disebut “Putri” Phang atau “Putroe Phang.

4. Perkembangan Tari Pho

Pada masa penciptaannya zaman dulu tarian Pho ini dipengaruhi oleh budaya pra-islam. Setelah islam berkembang dan mula dipahami dengan baik oleh masyarakat di Aceh Barat masa itu, tari ini sudah tidak dipertunjukkan dan dipertahankan sebagai pertunjukan ritual maut lagi lantaran dalam islam tidak membenarkan untuk menyesali hingga meraung-raung orang yang sudah meninggal, lantaran maut yaitu Sunnatullah sehingga diperlukan kesabaran setiap orang untuk menghadapi petaka yang menimpa diri dan keluarga serta kerabat bersahabat lainnya.  Oleh lantaran itulah maka kemudian tarian ini hanya berfungsi sebagai pertunjukan hiburan semata. Sehingga ketika ini seiring perkembangannya Tari Pho sanggup ditampilkan pada program perkawinan, bersuka ria, memandikan pengantin, sunat rasul, turun mandi, melepas hajat dan penyambutan pembesar-pembesar serta pada waktu padi diserang hama penyakit.

Tari pho secara fungsinya di Aceh Barat menjelma penghantar pesan yang tersirat yang sangat sering ditampilkan pada program manoe pucuk atau memandikan pengantin yang diberisi pesan yang tersirat seorang ibu dan keluarganya untuk anaknya yang akan berkeluarga.

5. Pertunjukan Tari Pho dari Aceh

Tarian Pho yang berasal dari Aceh ini dibawakan oleh para wanita, lampau biasanya dilakukan pada maut orang besar dan raja-raja, yang didasarkan atas permohonan kepada Yang Mahakuasa, mengeluarkan isi hati yang sedih lantaran ditimpa kemalangan atau meratap melahirkan kesedihan-kesedihan yang diiringi ratap tangis. Sejak berkembangnya agama Islam, tarian ini tidak lagi ditonjolkan pada waktu kematian, dan telah menjadi kesenian rakyat yang sering ditampilkan pada upacara-upacara adat.

Tari Pho yang mempunyai arti “meratok” atau (ratapan) ini mempunyai 8 ragam gerak yaitu, gerak saleum, gerak bineuh, gerak tron tajak mano, gerak jak kutimang, gerak ayon aneuk, gerak peulot manok, gerak bungong rawatu, gerak tum bede. Pola lantai yang dipakai yaitu berbentuk lurus, zikzak, bulat dan belah ketupat. Pentas yang dipakai yaitu pentas arena yang sanggup dilihat oleh penonton dari segala arah.

6. Iringan Musik dan Busana Penari Pho

Busana yang dipakai oleh para penari Pho yaitu baju adat Aceh. Dengan kekomplitan berupa epilog kepala dan sarung yang terbuat dari songket Aceh. Tata rias yang dipakai yaitu rias cantik.

Tidak menyerupai tarian tradisional lainnya yang memakai musik iringan dari banyak sekali alat musik tradisional Aceh, tari pho diiringi dengan memakai Syair yang bernuansa sejarah, dan islami.

7. Video Tari Pho


Untuk mengenal ludang keringh jauh mengenai gerak tari pho, kita sanggup menyimak video tari pho dibawah ini :


Demikian Sobat Tradisi, info mengenai tari pho dari Aceh, supaya berkhasiat.
Advertisement

Iklan Sidebar